5 Tahun Lagi, BBJ Geser Dominasi Bursa Malaysia

JAKARTA, investor.id - Meski perkebunan dan bursa sawit pertama ada di Malaysia, namun diharapkan dalam lima tahun ke depan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Futures Exchange (JFX) bisa menggeser posisi Bursa Malaysia Derivatives Berhad (BMD).

Direktur Utama PT Bursa Berjangka Jakarta Stephanus Paulus Lumintang mengatakan, BMD saat ini memiliki koneksi dengan Bursa Rotterdam untuk CPO. Hal itu tak mengherankan karena BMD sudah lebih dahulu ada sebelum BBJ, di mana BMD didirikan pada 1984 dan BBJ pada tahun 2000.

Namun, mengingat dominasi lahan sawit yang ada di Indonesia, ia mengharapkan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri. Sementara itu, meski harga olein dan CPO ditentukan di Bursa Malaysia, tapi harga Malaysia sebenarnya ditentukan oleh harga Bursa Dalian Commodity Exchange Tiongkok.

“Saya yakin sih 5 tahun lagi kita bisa (menggeser BMD). Jadi, saya akan meninggalkan legacy untuk itu,” katanya di Jakarta, Kamis (14/04/2022).

Meski begitu untuk mewujudkan impian tersebut, menurutnya ada tantangan yang harus dihadapi. Misalnya, pelaku di Indonesia masih lebih fokus untuk melakukan lindung nilai (hedging) di luar negeri mengingat banyaknya perusahaan perdagangan komoditi disana. Hedging di industri perdagangan berjangka komoditi memiliki pengertian, yakni membeli dan menjual kontrak berjangka untuk menutupi risiko atas perubahan harga di pasar spot (fisik).

“Tapi, kita lagi berupaya membalikkan keadaan itu. Kita berharap bisa membuktikan bahwa Indonesia pasti bisa dengan kapasitas yang ada,” ucap Stephanus.

Sementara itu, BBJ di tahun 2022, menurut Stephanus, akan fokus dalam hal pengembangan komoditi primer khususnya di kontrak multilateral. Hal itu dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pemerintah dan BBJ.

BBJ, tambahnya juga akan terus berinovasi dalam pengembangan produk maupun penyempurnaan dalam hal penggunaan teknologi informasi.

“Dalam waktu dekat ini kita akan lakukan pengembangan-pengembangan multi kontrak multilateral yang bisa mendongkrak dan bisa memenuhi harapan daripada para stakeholder komoditi. Di mana, kita akan lebih fokus pada stakeholder yang memiliki kepentingan didalam melakukan hedging maupun investasi untuk melakukan take profit.  Dan ini targetnya ke segmen milenial karena mereka akan menjadi alat untuk movement, memperbesar kinerja kita dan memberdayakan kontrak yang ada di BBJ secara multilateral,” jelasnya.

Terkait kinerja, BBJ pun menargetkan tahun ini total transaksi perdagangan berjangka komoditi bisa mencapai 12 juta lot. Target tersebut tumbuh dari pencapaian tahun lalu yang sebanyak 9,6 juta ton. Emas masih dominan, disusul olein, cokelat, dan kopi.

“12 juta lot kami sangat optimis kita akan mencapai itu karena kita sudah mempersiapkan kontrak-kontrak baru yang sedang dalam finalisasi. Diperkirakan mungkin dalam akhir semester I atau awal semester II kontrak-kontrak ini bisa diluncurkan. Kami juga akan merevitalisasi beberapa kontrak yang existing dan replacement atas kontrak yang kurang diminati,” ujar Stephanus.

Seiring kenaikan transaksi, laba bersih BBJ juga diyakini akan berjalan seiringan. Bahkan, laba bersih tahun ini diharapkan bisa pecah rekor lagi seperti yang terjadi pada tahun 2021 yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah BBJ berdiri.

“Secara finansial kita perusahaan yang sangat likuid, kita bisa katakan perusahaan kita sangat sehat. Kinerja finansial kita sangat baik. Seperti diketahui tahun 2014, 2015, 2016 kita sempat mengalami kerugian yang cukup besar. Tapi, Puji Tuhan sudah recovery,” ujarnya.

Dicetak ulang dari Investor, hak cipta isi berita dimiliki oleh pemilik asli.