

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah hasil rapat bank sentral AS (The Fed) kembali mengindikasikan suku bunga tinggi dalam waktu yang lebih lama.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,03% di angka Rp15.590/US$. Pelemahan rupiah ini berbanding terbalik dengan penguatan yang terjadi kemarin (22/2/2024), di mana rupiah naik 0,29%. Sedangkan secara mingguan, rupiah menguat 0,16%.
Sementara DXY pada pukul 14:54 WIB melemah di angka 103,91 atau turun 0,04%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 103,95.
Adapun hasil rapat The Fed memberikan tekanan bagi mata uang Garuda karena mereka tidak akan terburu-buru untuk menurunkan suku bunga dan menyatakan optimisme dan kehati-hatian terhadap inflasi.
Para pejabat mencatat bahwa mereka ingin melihat lebih banyak hal sebelum mulai melonggarkan kebijakan, sambil mengatakan bahwa kenaikan suku bunga kemungkinan besar akan berakhir.
Sebelum pertemuan tersebut, serangkaian laporan menunjukkan bahwa inflasi meskipun masih tinggi namun sudah mengarah menuju target The Fed sebesar 2%. Meskipun notulensi tersebut menilai "kemajuan solid" yang telah dicapai, komite memandang beberapa kemajuan tersebut sebagai sesuatu yang "istimewa" dan mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak akan bertahan lama.
Oleh karena itu, para anggota mengatakan mereka akan "menilai dengan hati-hati" data yang masuk untuk menilai ke mana arah inflasi dalam jangka panjang. Para pejabat mencatat adanya risiko positif dan negatif serta khawatir akan penurunan suku bunga yang terlalu cepat.
Tidak sampai di situ, pada kemarin malam waktu Indonesia, Wakil Ketua Federal Reserve Philip Jefferson mengatakan bahwa ia masih mengincar penurunan suku bunga "akhir tahun ini" meskipun ada pembacaan baru mengenai inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan.
"Jika perekonomian berkembang secara luas seperti yang diharapkan, mungkin akan tepat untuk mulai menarik kembali pembatasan kebijakan kita pada akhir tahun ini," kata Jefferson dalam pidatonya di Peterson Institute for International Economics di Washington.
Jefferson memperkirakan belanja konsumen akan melambat, namun terdapat risiko bahwa belanja konsumen bisa menjadi lebih tangguh, yang dapat menyebabkan terhentinya kemajuan inflasi.
Ia melihat setidaknya terdapat tiga risiko utama selain belanja konsumen yang berpotensi lebih tangguh, yakni lapangan kerja bisa melemah karena faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi memudar. Selain itu, risiko geopolitik masih tetap tinggi, dan meluasnya konflik di Timur Tengah dapat berdampak lebih besar terhadap harga komoditas, seperti minyak, dan pasar keuangan global.
Hal ini membuat rupiah menjadi tertekan karena suku bunga yang tinggi memilki korelasi positif dengan DXY yang akan tetap tinggi dalam waktu tertentu.
Dicetak ulang dari cnbcindonesia, hak cipta isi berita dimiliki oleh pemilik asli
风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。
FOLLOWME 交易社区网址: followme.asia
加载失败()