- USD/IDR mencetak tiga candlestick besar berwarna hijau, Rupiah kembali terseok di sekitar 16.472.
- Fitch mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada level BBB.
- IHK AS bulan Februari akan dicermati untuk mengetahui perkembangan inflasi perekonomian negara Paman Sam.
Pasangan mata uang USD/IDR telah mencetak tiga candlestick besar berwarna hijau secara berturut-turut pada grafik harian. Meskipun mata uang Amerika Serikat sedang melemah, Rupiah Indonesia (IDR) berbalik arah setelah menyentuh support kuat di 16.250 melawan Dolar AS (USD), yang saat ini pasangan mata uang tersebut mencapai level 16.472 pada hari Rabu di sesi Asia.
Pada hari Selasa, Lembaga pemeringkat kredit Fitch kembali mempertahankan peringkat kredit berdaulat (Sovereign Credit Rating) Indonesia pada level BBB, atau satu tingkat di atas batas minimal investasi yang aman, dengan prediksi prospek yang stabil pada 11 Maret 2025. Keputusan ini didasarkan pada prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik dalam jangka menengah serta rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang relatif rendah.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyambut baik keputusan Fitch yang mempertahankan peringkat kredit Indonesia tersebut. Menurutnya, hal ini menunjukkan keyakinan internasional terhadap stabilitas ekonomi dan prospek Indonesia yang tetap positif.
Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menaikkan tarif pada baja dan aluminium Kanada menjadi 50% mengguncang pasar, membuat Greenback tertekan lebih lanjut. Namun, beberapa jam kemudian, Trump menarik kembali pengumumannya tersebut setelah Ontario menangguhkan rencana tambahan biaya 25% pada pelanggan AS.
Menteri Energi Kanada, Jonathan Wilkinson, menyatakan pada Selasa malam bahwa Kanada mungkin akan mengambil tindakan non-tarif, seperti membatasi ekspor minyak ke Amerika Serikat, jika ketegangan perdagangan dengan Washington terus memburuk.
Selain itu, Dolar AS (USD) juga mengalami tekanan akibat kekhawatiran terhadap potensi perlambatan ekonomi di Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump menyebutkan bahwa ekonomi AS sedang dalam "periode transisi", yang oleh para investor diartikan sebagai pertanda awal dari potensi ketidakstabilan ekonomi di masa depan.
Perhatian para pedagang kini beralih ke rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS bulan Februari yang akan dirilis pada hari Rabu, untuk memperoleh wawasan lebih lanjut tentang tren inflasi. Jika inflasi utama dan inti tahunan menunjukkan penurunan yang lebih besar dari ekspektasi, maka kekhawatiran terhadap risiko jalur disinflasi akan berkurang, sehingga memungkinkan The Fed untuk melanjutkan pemotongan suku bunga. Hal ini dapat memperburuk tekanan pada nilai Dolar AS. Namun, jika IHK AS menunjukkan kenaikan yang tidak terduga, maka Dolar AS akan mendapatkan dorongan. Skenario ini akan memperkuat sikap hati-hati The Fed terhadap inflasi dan prospek kebijakan, sehingga menghidupkan kembali ekspektasi akan sikap hawkish (ketat) dari The Fed.
Indikator Ekonomi
Indeks Harga Konsumen (Thn/Thn)
Kecenderungan inflasi atau deflasi diukur dengan menjumlahkan harga sekeranjang barang dan jasa secara berkala dan menyajikan datanya sebagai Indeks Harga Konsumen (IHK). Data IHK dikumpulkan setiap bulan dan dirilis oleh Departemen Statistik Tenaga Kerja AS. Laporan bulanan ini membandingkan harga barang-barang pada bulan referensi dengan bulan sebelumnya. IHK Tidak termasuk Makanan & Energi tidak menyertakan komponen makanan dan energi yang lebih fluktuatif untuk memberikan pengukuran tekanan harga yang lebih akurat. Secara umum, angka yang tinggi dipandang sebagai bullish bagi Dolar AS (USD), sedangkan angka yang rendah dianggap sebagai bearish.
Baca lebih lanjutRilis berikutnya Rab Mar 12, 2025 12:30 GMT (19:30 WIB)
Frekuensi: Bulanan
Konsensus: 2,9%
Sebelumnya: 3%
Sumber: US Bureau of Labor Statistics
Federal Reserve AS memiliki mandat ganda untuk menjaga stabilitas harga dan memaksimalkan lapangan kerja. Berdasarkan mandat tersebut, inflasi harus berada pada kisaran 2% YoY dan telah menjadi pilar terlemah dari arahan bank sentral sejak dunia mengalami pandemi yang masih berlangsung hingga saat ini. Tekanan harga terus meningkat di tengah permasalahan dan kemacetan rantai pasokan, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) berada pada level tertinggi dalam beberapa dekade. The Fed telah mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan inflasi dan diprakirakan akan mempertahankan sikap agresif di masa mendatang.
Pertantanyaan Umum Seputar Inflasi
Inflasi mengukur kenaikan harga sekeranjang barang dan jasa yang representatif. Inflasi utama biasanya dinyatakan sebagai perubahan persentase berdasarkan basis bulan ke bulan (MoM) dan tahun ke tahun (YoY). Inflasi inti tidak termasuk elemen yang lebih fluktuatif seperti makanan dan bahan bakar yang dapat berfluktuasi karena faktor geopolitik dan musiman. Inflasi inti adalah angka yang menjadi fokus para ekonom dan merupakan tingkat yang ditargetkan oleh bank sentral, yang diberi mandat untuk menjaga inflasi pada tingkat yang dapat dikelola, biasanya sekitar 2%.
Indeks Harga Konsumen (IHK) mengukur perubahan harga sekeranjang barang dan jasa selama periode waktu tertentu. Biasanya dinyatakan sebagai perubahan persentase berdasarkan basis bulan ke bulan (MoM) dan tahun ke tahun (YoY). IHK Inti adalah angka yang ditargetkan oleh bank sentral karena tidak termasuk bahan makanan dan bahan bakar yang mudah menguap. Ketika IHK Inti naik di atas 2%, biasanya akan menghasilkan suku bunga yang lebih tinggi dan sebaliknya ketika turun di bawah 2%. Karena suku bunga yang lebih tinggi positif untuk suatu mata uang, inflasi yang lebih tinggi biasanya menghasilkan mata uang yang lebih kuat. Hal yang sebaliknya berlaku ketika inflasi turun.
Meskipun mungkin tampak berlawanan dengan intuisi, inflasi yang tinggi di suatu negara mendorong nilai mata uangnya naik dan sebaliknya untuk inflasi yang lebih rendah. Hal ini karena bank sentral biasanya akan menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi yang lebih tinggi, yang menarik lebih banyak arus masuk modal global dari para investor yang mencari tempat yang menguntungkan untuk menyimpan uang mereka.
Dahulu, Emas merupakan aset yang diincar para investor saat inflasi tinggi karena emas dapat mempertahankan nilainya, dan meskipun investor masih akan membeli Emas sebagai aset safe haven saat terjadi gejolak pasar yang ekstrem, hal ini tidak terjadi pada sebagian besar waktu. Hal ini karena saat inflasi tinggi, bank sentral akan menaikkan suku bunga untuk mengatasinya. Suku bunga yang lebih tinggi berdampak negatif bagi Emas karena meningkatkan biaya peluang untuk menyimpan Emas dibandingkan dengan aset berbunga atau menyimpan uang dalam rekening deposito tunai. Di sisi lain, inflasi yang lebih rendah cenderung berdampak positif bagi Emas karena menurunkan suku bunga, menjadikan logam mulia ini sebagai alternatif investasi yang lebih layak.
作者:Tim FXStreet,文章来源FXStreet_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。
FOLLOWME 交易社区网址: followme.asia
加载失败()