Kurs Rupiah Indonesia Menguat ke Kisaran 16.800, Dolar Tertekan karena Meningkatnya Tensi AS-Tiongkok

avatar
· 阅读量 19
  • Kurs Rupiah menguat ke kisaran 16.800-an karena melemahnya Dolar AS akibat tensi perang dagang AS-Tiongkok dan data inflasi yang lebih rendah dari prakiraan.
  • Imbal hasil obligasi Indonesia turun signifikan, terutama pada tenor 5 dan 10 tahun, dengan investor domestik aktif memborong surat utang.
  • Pasar menantikan data Indeks Harga Produsen (IHP) dan Sentimen Konsumen AS yang akan dirilis malam ini, sebagai petunjuk arah selanjutnya.

Nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) terhadap Dolar AS (USD) berada di kisaran 16.800-an di awal perdagangan sesi Eropa. Sejauh ini pasangan mata uang USD/IDR telah mencatatkan pelemahan sebesar 32 poin atau 0,19% dalam perdagangan harian. Sementara itu Indeks Dolar AS (DXY), yang melacak performa Dolar AS (USD) terhadap enam mata uang utama, melanjutkan penurunannya selama dua sesi berturut-turut, merosot di sekitar 99,86 pada saat berita ini ditulis.

Menurut para pakar Bank Danamon, perdagangan USD/IDR diprakirakan berlangsung di kisaran 16.750–16.850. Pasar obligasi Indonesia mencatat penguatan signifikan pada sesi kemarin, ditandai dengan turunnya yield obligasi bertenor 10 tahun ke level 7%. Penurunan yield paling tajam terjadi pada obligasi tenor 5 dan 10 tahun. Bahkan, yield 10 tahun sempat menyentuh angka 6,99% sebelum kembali naik, dipicu oleh aksi jual dari investor asing. Di sisi lain, investor domestik tampak aktif melakukan akumulasi, terutama pada obligasi berjangka pendek hingga menengah.

Pelemahan pasangan mata uang USD/IDR terseret oleh pelemahan USD karena memanasnya perang dagang antara AS-Tiongkok. Pada hari Kamis, Gedung Putih mengklarifikasi bahwa Tiongkok menghadapi tarif minimum sebesar 145% pada semua impor ke Amerika Serikat. 

Presiden Trump mengumumkan rencana kenaikan tarif terhadap Tiongkok hingga 125% setelah Beijing membalas tarif sebelumnya. Gedung Putih menjelaskan tarif ini di luar tarif 20% yang sudah dikenakan terkait peran Tiongkok dalam memasok fentanil ke AS. Ini menjadi lonjakan besar bagi Tiongkok, yang merupakan pemasok utama barang konsumsi dan sumber impor terbesar kedua Amerika.

Selain itu, Dolar AS juga tertekan setelah data IHK menunjukkan hasil yang beragam. Pada hari Kamis, Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di Amerika Serikat pada bulan Maret turun ke 2,4% secara tahunan (YoY), dari sebelumnya 2,8% pada bulan Februari. Angka tersebut berada di bawah perkiraan pasar sebesar 2,6%.

Sementara itu, IHK inti — yang tidak mencakup harga pangan dan energi yang cenderung berfluktuasi — naik sebesar 2,8% YoY pada Maret, lebih rendah dari 3,1% di bulan sebelumnya dan di bawah estimasi 3,0%. Secara bulanan, IHK umum mencatat penurunan sebesar 0,1%, sedangkan IHK inti naik tipis sebesar 0,1%.

Menurut data terbaru, Jumlah Klaim Tunjangan Pengangguran mingguan di Amerika Serikat tercatat mengalami kenaikan tipis menjadi 223 ribu. Di sisi lain, Klaim Tunjangan Lanjutan justru menurun ke level 1,85 juta. Perkembangan ini mencerminkan sinyal yang beragam terkait dinamika di pasar tenaga kerja saat ini.

Pejabat The Fed memberikan peringatan tegas bahwa lonjakan tarif yang tak terduga berpotensi mendorong inflasi konsumen dan menyulitkan pengambilan keputusan dalam kebijakan moneter. Ketidakpastian yang terus menerus menghantui telah melemahkan USD dan menyeret pasangan mata uang USD/IDR bersamanya.

Selanjutnya malam ini, waktu Indonesia, para pedagang akan mencermati data Indeks Harga Produsen (IHP) AS untuk bulan Maret bersama dengan Indeks Sentimen Konsumen Pendahuluan bulan April dari Michigan.

Pertanyaan Umum Seputar PERANG DAGANG AS-TIONGKOK

Secara umum, perang dagang adalah konflik ekonomi antara dua negara atau lebih akibat proteksionisme yang ekstrem di satu sisi. Ini mengimplikasikan penciptaan hambatan perdagangan, seperti tarif, yang mengakibatkan hambatan balasan, meningkatnya biaya impor, dan dengan demikian biaya hidup.

Konflik ekonomi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok dimulai pada awal 2018, ketika Presiden Donald Trump menetapkan hambatan perdagangan terhadap Tiongkok, mengklaim praktik komersial yang tidak adil dan pencurian kekayaan intelektual dari raksasa Asia tersebut. Tiongkok mengambil tindakan balasan, memberlakukan tarif pada berbagai barang AS, seperti mobil dan kedelai. Ketegangan meningkat hingga kedua negara menandatangani kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok Fase Satu pada Januari 2020. Perjanjian tersebut mengharuskan reformasi struktural dan perubahan lain pada rezim ekonomi dan perdagangan Tiongkok serta berpura-pura mengembalikan stabilitas dan kepercayaan antara kedua negara. Pandemi Coronavirus mengalihkan fokus dari konflik tersebut. Namun, perlu dicatat bahwa Presiden Joe Biden, yang menjabat setelah Trump, mempertahankan tarif yang ada dan bahkan menambahkan beberapa pungutan lainnya.

Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih sebagai Presiden AS ke-47 telah memicu gelombang ketegangan baru antara kedua negara. Selama kampanye pemilu 2024, Trump berjanji untuk memberlakukan tarif 60% terhadap Tiongkok begitu ia kembali menjabat, yang ia lakukan pada tanggal 20 Januari 2025. Perang dagang AS-Tiongkok dimaksudkan untuk dilanjutkan dari titik terakhir, dengan kebijakan balas-membalas yang mempengaruhi lanskap ekonomi global di tengah gangguan dalam rantai pasokan global, yang mengakibatkan pengurangan belanja, terutama investasi, dan secara langsung berdampak pada inflasi Indeks Harga Konsumen.


 

Bagikan: Pasokan berita

风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。

FOLLOWME 交易社区网址: followme.asia

喜欢的话,赞赏支持一下
avatar
回复 0

加载失败()

  • tradingContest