- Nilai tukar Rupiah Indonesia melemah ke level 16.858 per Dolar AS menjelang sesi Eropa.
- Penjualan ritel Indonesia bulan Februari 2025 tumbuh 2,0% YoY, tertinggi sejak September 2024, proyeksi pertumbuhan berlanjut di bulan Maret.
- Dolar AS tertekan oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan kekhawatiran perang dagang AS-Tiongkok, menunggu pernyataan Powell.
Menjelang sesi Eropa pada perdagangan hari Rabu, nilai tukar Rupiah (IDR) kembali terdepresiasi terhadap Dolar AS (USD). Pasangan mata uang USD/IDR saat ini diperdagangkan di level 16.858, naik dari harga pembukaannya di sekitar 16.809, dan diprakirakan bergerak dalam rentang 16.770-16.890.
Di pasar obligasi domestik, imbal hasil obligasi Indonesia bertenor 10 tahun naik 5 basis poin menjadi 7.074 atau meningkat 1,10%. Analis Bank Danamon mencatat bahwa permintaan cukup kuat, terutama pada seri FR100, FR103, FR98, dan FR96 dengan tenor 8-13 tahun, yang sebagian besar diborong oleh investor lokal. Minat juga terlihat pada tenor 5 tahun, meskipun volume transaksi masih rendah akibat terbatasnya pasokan di pasar sekunder.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa Penjualan Ritel Indonesia pada Februari 2025 tumbuh 2,0% YoY – kenaikan tertinggi sejak September 2024 – meningkat tajam dari bulan sebelumnya yang tercatat di 0,5% YoY. Secara bulanan, angkanya juga meningkat ke 3,3% MoM dari -4,7% MoM. Tekanan inflasi diprakirakan menurun dalam 3 bulan ke depan dan stabil dalam 6 bulan, tercermin dari penurunan IEH Mei 2025 dan stabilnya IEH pada bulan Agustus 2025. Penjualan Ritel bulan Maret 2025 diprakirakan tumbuh 0,5% YoY dan 8,3% MoM, didorong oleh permintaan selama Ramadhan dan Idul Fitri serta strategi diskon retailer. Kategori yang berkontribusi antara lain makanan, minuman, tembakau, serta suku cadang dan barang budaya.
Di sisi lain, Dolar AS (USD) masih bergerak dalam kisaran sempit 100-99,50-an. Sejak Kamis pekan lalu, Greenback mengalami tekanan jual yang cukup tajam, dipicu oleh kekhawatiran pasar bahwa eskalasi perang dagang antara AS dan Tiongkok dapat membawa dampak negatif bagi perekonomian AS. Ketegangan tarif timbal balik ini diprakirakan akan menghambat aktivitas bisnis domestik, karena AS belum menemukan alternatif pengganti impor dari Tiongkok dalam waktu dekat. Kondisi tersebut berpotensi mengganggu rantai pasokan dan mendorong inflasi, karena para pelaku usaha yang mungkin terpaksa menaikkan harga demi menjaga keseimbangan pasar.
Pada pekan sebelumnya, Presiden AS Donald Trump secara mendadak mengubah kebijakannya dengan menunda pemberlakuan tarif timbal balik besar terhadap sebagian besar mitra dagang AS selama 90 hari. Ia juga mengisyaratkan kemungkinan pengecualian untuk tarif sektor otomotif, setelah sebelumnya mengecualikan smartphone, komputer, dan sejumlah barang elektronik dari daftar tarif tinggi terhadap Tiongkok. Meski demikian, Trump menegaskan bahwa pengecualian tersebut hanya bersifat sementara dan tetap memberlakukan tarif sebesar 145% untuk impor Tiongkok lainnya. Ia juga menyatakan akan mengumumkan tarif baru untuk impor semikonduktor dalam waktu dekat, serta mengancam akan mengenakan tarif terhadap produk farmasi, yang semakin memperburuk ketidakpastian di pasar global.
Sementara itu, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter yang lebih agresif oleh The Fed hingga 100 basis poin pada 2025 menekan Dolar AS (USD) ke level terendah sejak April 2022 yang tercapai pekan lalu. Kondisi ini membuka peluang bagi Rupiah untuk bertahan atau mencatat sedikit penguatan.
Investor saat ini menunggu pernyataan dari Ketua The Fed Jerome Powell guna mencari petunjuk arah kebijakan pemotongan suku bunga ke depan. Pernyataan tersebut diprakirakan akan memengaruhi pergerakan jangka pendek Dolar AS (USD) dan menciptakan peluang perdagangan jangka pendek pada pasangan mata uang USD/IDR.
Indikator Ekonomi
Penjualan Ritel (Thn/Thn)
Data Penjualan Ritel, dirilis oleh Statistik Indonesia, mewakili total pembelian konsumen dari toko ritel. Ini memberikan informasi berharga tentang pengeluaran konsumen yang merupakan bagian konsumsi dari PDB. Meningkatnya penjualan ritel menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat. Namun, jika kenaikannya lebih besar dari prakiraan, mungkin inflasi.
Baca lebih lanjutRilis terakhir: Rab Apr 16, 2025 03.00
Frekuensi: Bulanan
Aktual: 2%
Konsensus: -
Sebelumnya: 0.5%
Sumber:
作者:Tim FXStreet,文章来源FXStreet_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。
FOLLOWME 交易社区网址: followme.asia
加载失败()